Sabtu, 04 Januari 2014

Marching Band Misterius



H
ari ini adalah hari ke-7 sejak keputusanku untuk pulang ke kampung halamanku di Jogja. Sudah 5 tahun ini aku pergi merantau ke Surabaya untuk bekerja. Jogja ternyata selalu membuatku kangen. Kangen berkumpul dengan keluarga, kangen angkringan, kangen masyarakat, dan kangen atmosfer kampungku. 5 tahun ternyata tidak membuatku tetap bertahan di Surabaya. Aku selalu ingat kampungku. Aku tinggal memang di sebuah kampung kecil di pelosok selatan Jogja. Kampungku tidaklah luas, hanya berpenduduk kurang dari 100 kepala keluarga. Dan di kanan kiri terhampar area persawahan yang luas. Di sini Masih banyak orang menggembala sapid an menggembala kambing. Dulu ada satu tempat yang selalu ku datangi setiap sore. Di pematang sawah pinggir kampungku.
            Sore itu ku duduk diteras rumah. Ditemani sebatang rokok, segelas teh dan satu kaleng roti kering yang selalu disiapkan ibuku di meja tamu. Kusesap rokok dalam-dalam, dan kuhembuskan  perlahan, kuingat lagi kenangan-kenangan semasa kecil. Dulu Setiap sore aku selalu bermain di pematang sawah bersama teman-teman. Dengan menikmati indahnya suasana sawah, melihat tetanggaku menggiring bebek atau menuntun sapi dan kambing peliharaannya pulang. Kami sering melontarkan canda tawa, tetanggaku pun ikut bercanda ria bersama kami. Suasana saat itu begitu menyenangkan. Tidak terasa ternyata hari sudah agak petang. Akhirnya kami pulang. Di perjalanan pulang tiba-tiba telinga kananku mendengar suara aneh dari arah timur. Aku menoleh kearah datangnya suara itu. Aku berhenti sejenak mendengarkan suara itu. Ternyata suara Marching Band. Aku heran.
            “Senja-senja begini masih ada suara Marching Band. Siapa yang memainkannya?  Tapi, itu benarkan suara Marching Band?” kataku dalam hati.
“ah mungkin anak TK yang sedang latihan” hatiku menjawabnya sendiri
Kemudian aku melangkah sembari berhenti dan suara itu masih terdengar di teligaku. Sedangkan teman-temanku sudah sampai di pinggiran kampung.
            “Hey, Prasetyo! Sedang apa kamu di situ. Ayo pulang.” kata Doni.
            “Eh kawan! Kalian mendengar suara itu tidak?” kataku waktu itu
            “Suara apa Pras?” kata Doni dan Pramono.
            “Suara itu.” kata ku
            “Itu apa Pras? Ayo pulang saja. Aneh-aneh saja kamu itu”. kata Doni.
            “Aku mendengarnya juga.” kata Bastian.
            “Iya kan Ian. Kamu dengarkan ? Suara kayak orang nabuh beduk yang mirip Marching Band.” kata ku.
            “Maksudnya aku mendengar suara jangkrik ini. Hahahahaha……” kata Bastian bersama teman yang lain sambil menertawakan aku
            “Wah kamu itu, itu benar suara Marching Band.” kata ku
            “Mana? Kita itu tidak mendengarnya Pras. Kamu pasti mengada-ada.” kata Doni.
            “Benar tadi jelas sekali suaranya, dari timur sana suaranya.” kata ku.
            “ Jangan percaya teman-teman. Prasetyo itu kan suka mengada-ada kerjaannya.  Kalau dipikir ya, masak senja begini ada suara Marching Band. Mana mungkin. Kalaupun ada, kurang kerjaan saja itu orang.” kata Bastian.
            “Iya nih, ada-ada saja si Prasetyo. Ya mungkin saja orang gila dari kampung sebelah yang setiap hari memakai seragam dan membawa drum itu loh? Jadi disangkanya Marching Band beneran. Hahahah….” kata Gandung yang membela Bastian.
            “Iya benar sekali Gan. Hahaha … Prasetyo. . Prasetyo.” kata Bastian
Semua teman menertawakan Prasetyo lagi di pinggir kampung itu.
            “Terserahlah kalian mau bilang apa. Tapi benar aku tidak bohong mendengar suara Marching Band.” jelas ku
            “Coba ucapkan suaranya bagaimana?” pinta Doni.
            “Suaranya itu begini dung..dung..trinting..dung jeeessss.” kata ku
            “Hahaha dung jess apanya? Lho benarkan Prasetyo itu gila teman-teman jadi mirip sama orang gila sekarang.” kata Bastian.
            “Iya benar ini, Prasetyo gila”. kata semua teman.
            “Benar teman-teman. Demi Tuhan.” Kataku
Senja itu semua teman tidak mendengar dan tidak percaya dengan kata-kataku yang mengatakan adanya suara Marching Band.
            Kini hari mulai petang. Sang mentari sudah tak terlihat lagi. Dengan bersamaan hewan malam mulai menampakkan wujudnya. Hari menjadi sunyi.
            “Sudah. Ayo pulang.” Kata Doni.
            “Ya.” Kata ku
Kemudian aku menyusul teman yang lainnya dan akhirnya pulang ke rumah masing-masing.
            Hari pun berganti. Pagi berganti siang, siang berganti sore, dan mulai senja lagi. Bahkan, setiap senja aku pergi ke sawah itu untuk sekedar duduk-duduk di pematang sawah. Aku pergi sendirian  ke tempat kemarin saat bersama teman-teman. Seperti sebelumnya, ku menikmati senja di persawahaan dan selalu saja aku melihat tetanggaku menuntun sapi kambing peliharaannya pulang. Aku duduk bersila di pematang sawah itu. Ku sambut angin sepoi-sepoi yang agak dingin merasuk sampai tulangku.
            Saat di pematang sawah ini aku mempunyai kebiasaan yang selalu aku lakukan. Aku termenung. Sayup-sayup selalu saja aku mendengar suara Marching Band itu.  Pertamanya aku pikir anak TK atau SD yang sedang latihan. Sempat aku mencari arah suara itu. Semakin ku cari semakin menjauh suara itu. Kemudian lenyap tidak terdengar lagi. Awalnya, mendengar suara itu bulu kudukku berdiri. Tetapi, lama-kelamaan justru suara itu yang setiap saat aku nantikan. Detik demi detik, menit, jam berlalu dan sampai gelap tidak lagi aku mendengar suara itu. Entah kenapa aku menjadi kangen dengan suara itu. Bersamaan dengan lenyapnya suara itu, dari belakang aku dikageti temanku, Pramono dan Doni
            “Hey Prasetyo!! Lagi apa kamu di sini?? tanya Doni.
Aku menoleh saja ke arah Doni tanpa kata yang keluar dari mulutnya. Dan dia kembali menolehkan kepalanya ke arah datangnya suara Marching Band itu.
            “Kamu di sini sendirian punya masalah atau masih dengar Marching Band katamu kemarin, Pras? Kalau punya masalah ceritalah siapa tahu kita bisa bantu ya.”
            “Tidak punya masalah kok Pram. Aku baik-baik saja. Cuma setiap senja aku masih mendengar suaranya tapi waktu petang dia lenyap.” Kata ku.
            “Oh begitu, ya sudah besuk saja kita tanyakan pada kakekku saja. Beliau kan orang serba tahu mungkin beliau bisa menjelaskan ini semua.”kata Pramono.
            “Ya mungkin saja.” Kata ku
            “Iya. Sekarang sebaiknya pulang sudah petang ini. Nanti ada yang mencarimu lagi.” Nasehat Pramono.
            “Yuk kita pulang.” Ajak Doni
            “Wah dari kemarin perasaan kamu ajak pulang terus, Don. Petang-petang takut ya.” Kata ku
            “Hehe..tidak apa-apa Pras. Kalau kamu Pras, sendirian di sawah mirip orang-orangan sawah. Diam saja mending kalau sambil mengusir burung atau apa begitu. Kamu tidak eh. Hahaha..”ejek Doni.
Mereka bertiga bercandaan bersama sepanjang perjalanan pulang.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
            Keesokan harinya aku, Doni, Bastian, Gandung, dan Pramono sepulang sekolah mampir ke tempat rumah kakek Pramono. Mereka ingin menanyakan kejadian yang kualami yaitu mendengar suara Marching Band setiap hari di senja hari.
            “Assalamu’alaikum.” Kata Pramono sambil ketuk pintu.
            “Wa’alaikumsalam. Eh nak Pramono sama teman-temannya. Ada apa ini nak.”kata kakek Cokro sembari membukakan pintu.
            “Tidak ada apa-apa kok Kek. Cuma mau tanya sesuatu.”kata Pramono.
            “Ya, ya silahkan apa.” Kata kakek Cokro.
            “Ini teman aku, Prasetyo setiap senja kok mendengar suara seperti Marching Band. Kira-kira itu benar suara Marching Band apa hanya halusinasi ya Kek.”kata Pramono.
            “Oh begitu. Memangnya ceritanya bagaimana nak Pras? Coba cerita kakek mau dengar.”kata Kakek Cokro.
            “Begini Kek, setiap senja itu saya mendengar suara itu tadi. Saya itu mendengar jelas sekali. Saat saya mendatangi suaranya itu, dia melirih dan sebaliknya saat saya kembali atau menjauh dia terdengar jelas lagi. Dan, saat kami bermain bersama di pematang sawah itu, mereka tidak mendengarnya Kek, hanya saya saja yang mendengar.”
            “Biar Kakek jelaskan, suara yang nak Prasetyo ceritakan itu memang ada tetapi itu adalah suara mistis. Siapa pun yang pernah mendengar suara itu akan merasa berat meninggalkan Jogja. Sudah banyak orang-orang di kampung ini yang mendengarnya dan salah satu dari mereka ada yang bercerita bahwa enggan sekali dia meninggalkan Jogja. Mungkin kamu nak Prasetyo jika pergi dari kampung ini pergi dari kota Jogja, kamu akan terasa kangen atau ingin sekali kembali ke sini.” Jelas Kakek Cokro.
            “Oh begitu ya Kek. Terima kasih penjelasannya.” Kata ku
Akhirnya aku pulang bersama teman yang lainnya percaya.

“Hei pras, sudah magrib ayo masuk” teriak ibuku sambil menepuk pundakku.
Sejurus kemudian lamunanku buyar. Aku bergegas masuk ke dalam rumah, kemudian ibuku menutup semua pintu dan jedela.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Farkhan Home
Read more: http://ilmu212.blogspot.com/2014/01/cara-membuat-sumber-link-otomatis-saat.html#ixzz2r0c7aDqz